Cengkepala

Budaya Membaca = Membangun Peradaban

Dalam ajaran agama, membaca sangatlah penting. Dalam Islam, ayat pertama dari Al-Quran yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad S.A.W adalah surat Al-Alaq.

Dalam ayat pertama surat itu, Allah memerintahkan untuk membaca (Iqra) disebutkan tiga kali. Membaca dalam arti luas dan sempit perlu direnungkan lewat ayat tersebut.

M. Ikhsan Tualeka, Koodinator Nasional Gerakan Aku Mengajar**

Opini, Cengkepala.com – TIDAK dapat dipungkiri bahwa Indonesia belum memiliki budaya membaca yang baik. Bila indikator ini dikaitkan dengan jumlah referensi yang dihasilkan setiap tahun, dimana jumlah referensi yang dihasilkan di negara ini hanya lima ribu buku pertahun, dibandingkan dengan Negeri Jiran Malaysia yang sudah mencapai sepuluh ribu buku pertahun, apalagi dengan Amerika yang mencapai seratus ribu buku pertahun, maka negara kita sangat tertinggal.

Padahal membaca buku sangat baik untuk pengetahuan anak anak zaman sekarang. Mendapatkan informasi yang sangat banyak dan berlimpah dari membaca. Dari segi infrastruktur indonesia tidak kalah, Indonesia berada di urutan 34 untuk penilaian dari komponen infrastruktur, berada di atas Jerman, Portugal, Selaindia Baru dan Korea Selatan.

Namun minat membaca orang di indonesia masih sangat rendah. Menurut Kompas.com (29/8/2017), studi “Most Littered Nation In the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016, menunjukkan Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara dalam hal minat membaca. Indonesia berada di bawah Thailand (59) dan di atas Botswana (61).

Wajar bila negara kita juga dikenal sebagai negara yang kerap irasional, dimana cara berpikir dan bertindak sebagian masyarakatnya lebih didasarkan pada sesuatu yang irasional, syirik dan tahayul dibandingkan dengan cara berfikir yang rasional. Dimana-mana, mulai masyarakat bawah sampai masyarakat kelas atas, aktivitas tahayul sering ditemukan, seperti membuang sesajen di laut, meletakkan sesajen di rumah oleh masyarakat desa, ke dukun agar diberi kepintaran dan lolos ujian, untuk memenangkan kontrak kerja menggunakan ajian-ajian tertentu, sampai percaya pada pawang hujan oleh sekian pejabat ketika akan meresmikan suatu proyek.

Sehingga tidak heran, bila bangsa ini sulit terangkat dari keterpurukan. Angka kemiskinan terus naik, walaupun telah berbagai program pengentasan kemiskinan dilakukan, antara lain karena masyarakat tidak bisa merasionalkan program pemerintah.

Pantas saja bangsa ini tidak bisa bersaing dengan bangsa lain. Ketika negara-negara lain berlomba untuk menonjolkan aspek teknik sepak bola dan kenyataannya lebih maju dalam bidang tersebut, masih banyak di masyarakat kita yang percaya bahwa dengan menggunakan kekuatan-kekuatan magis maka akan mampu memperdayakan penjaga gawang lawan.

Berbaurnya kepercayaan akan tahayul – yang lebih dikenal dengan syirik – dengan cara berfikir rasional ikut merusak citra kebangsan kita. Dalam ajaran agama dikatakan bahwa Allah tidak akan menerima amalan seseorang yang melaksanakan sesuatu berdasarkan tahayul atau syirik. Lumrah bila bangsa ini sulit berkembang bahkan semakin mundur, yang ditandai dengan berbagai masalah kebangsaan yang tak kunjung terselesaikan.

Memang, kebiasaan bangsa kita dalam beberapa aspek kehidupan masih diwarnai dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, karena itu bagian dari proses sejarah bangsa ini. Namun, karena tidak adanya budaya membaca yang baik membuat sebagian besar masyarakat Indonesia masih tergantung pada kepercayaan-kepercayaan tersebut. Selain kepercayaan akan tahayul yang mereduksi perilaku gemar membaca, budaya lisan atau ‘gosip’ juga menjadi persoalan utama pengembangan minat baca masyarakat.
Sebagian besar masyarakat masih menggunakan budaya lisan dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis sangatlah jarang.

Tak aneh, jika banyak kesepakatan yang pernah dibuat akhirnya berakhir di pengadilan karena kesepakatan-kesepakatan yang dibuat tidak terdokumentasikan secara tertulis.
Seringkali berbagai informasi penting hilang begitu saja karena tidak terdokumentasi. Sejumlah petisi dan momentum penting lainnya tidak terdokumentasikan sehingga masyarakat kurang referensi dalam mengungkapkan apresiasi kebangsaannya.
Rendahnya budaya membaca masyarakat kita juga disebabkan kurangnya peran pemerintah dalam membudayakan gemar membaca.

Sangat jarang ada perpustakaan di desa-desa atau di tingkat RT maupun RW, apalagi perpustakaan keliling sangat sulit ditemukan. Rendahnya budaya membaca juga disebabkan masih mahal harga buku. Pemerintah juga tidak memberikan subsidi pada pengadaan buku-buku sehingga harga buku masih sulit terjangkau oleh kocek masyarakat bawah, akibatnya masyarakat kurang memiliki akses pada buku bacaan.

Nilai Strategis Budaya Membaca

Dalam ajaran agama, membaca sangatlah penting. Dalam Islam, ayat pertama dari Al-Quran yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad S.A.W adalah surat Al-Alaq. Dalam ayat pertama surat itu, Allah memerintahkan untuk membaca (Iqra) disebutkan tiga kali. Membaca dalam arti luas dan sempit perlu direnungkan lewat ayat tersebut.

Menjadi relevan, bila indikator negara maju dikaitkan dengan gemar membaca. Semakin maju suatu negara maka semakin banyak halaman buku yang dibaca. Dalam sejumlah data, negara-negara maju masyarakatnya rata-rata membaca lebih dari seratus halaman buku setiap hari.

Di Jepang, sangat jarang terlihat masyarakat berkerumun dan ngobrol tanpa arah. Mereka selalu disibukkan dengan keasyikan membaca. Situasi ini sering terlihat di tempat-tempat tunggu atau di dalam kereta api dan angkutan masal lainnya.

Di Malaysia, salah satu negara tetangga yang amat pesat kemajuannya di segala bidang, pemerintahnya sangat memberikan perhatian besar pada pembiasaan masyarakat gemar membaca. Di beberapa lokasi dapat ditemukan motto untuk membangkitkan semangat membaca.

Selain motto, masyarakat juga memberikan kemudahan untuk akses pada buku ataupun informasi. Subsidi besar-besaran diberikan kepada masyarakat untuk memperoleh buku murah. Pemberian penghargaan serta subsidi pada pengarang atau penulis juga menjadi prioritas utama pemerintah.
Pantas bila Malaysia secara perlahan-lahan mulai setapak lebih maju dari negara kita. Walaupun dalam tiga dekade sebelum ini masyarakat Malaysia masih belajar pada Indonesia.

Dengan demikian, untuk maju dan berperadaban, tidak ada kata lain kecuali harus diawali dengan kebiasaan masyarakat gemar membaca.
Kita juga harus memiliki motto sebagai alat motivasi untuk membangkitkan gairah membaca. Semua lapisan masyarakat di mana pun berada bisa saja memiliki motto yang sama untuk membangkitkan gairah membaca, misalnya; Budaya Membaca = Membangun Peradaban.

Bila slogan seperti “Budaya Membaca = Membangun Peradaban” di tanah air, khususnya di Maluku digelorakan, akan menjadi kompor bagi semangat kolektif untuk menjadikan budaya membaca sebagai habitus keseharian warga-bangsa. Semua lapisan masyarakat wajib berpartisipasi didalam upaya ini.

Langkah ini dapat diawali dengan dibuatnya kebijakan untuk menggairahkan budaya membaca gemar masyarakat. Kebijakan itu perlu didukung oleh semua stake holder yang ada, baik pemerintah, masyarakat sipil dan masyakarat ekonomi. Pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif harus mendukung dan ikut mengkampanyekan budaya membaca.

Para pengusaha atau masyarakat ekonomi perlu memberikan alokasi anggaran dari dana CSR (Corporate Social Responsibility) untuk pengadaan buku atau mendirikan infrastruktur, seperti gedung atau gardu-gardu perpustakaan di kampung-kampung atau pedesaan, serta perpustakaan keliling.
Sekolah-sekolah termasuk perguruan tinggi mesti memberikan porsi lebih besar dalam memotivasi para peserta didik untuk memiliki gairah membaca.

Masyarakat terutama organisasi masyarakat sipil, khususnya organisasi pemuda sebagai ujung tombak pelaksanaan kegiatan kemasyarakatan dan kepemudaan, perlu memotivasi diri dan kelompoknya agar selalu memiliki keinginan untuk membaca. Karena dengan budaya membaca, peradaban bangsa ini dapat kita bangun. Selamat Hari Pendidikan Nasional. (*)

Penulis : M. Ikhsan Tualeka, Koodinator Nasional Gerakan Aku Mengajar dan Ketua Empower Youth Indonesia (EYI-GLGN).

Artikel ini dimuat juga di, https://mediaharapan.com/budaya-membaca-membangun-peradaban/

Views: 0