Mantan Bupati SBB 2 Periode Berpeluang Diseret Kembali ke Meja Hijau
Ambon, Cengkepala.com – Dikabulkanya permohonan Praperadilan, mantan Bupati Seram Bagian Barat, Jacobus Puttileihalat oleh Pengadilan Negeri Ambon pada bulan Desember tahun 2017 lalu, sempat memunculkan ekspetasi rendah, oleh publik di Maluku terhadap penangganan hukum terhadap kasus-kasus korupsi yang melibatkan penguasa di negeri ini.
Perihal tersebut, Kepala Bagian Humas Pengadilan Negeri Ambon, Herry Setiyabudi, dikonfirmasi wartawan membenarkan, dikabulkannya permohonan itu berdasar pembuktian di persidangan.
“Praperadilan Puttileihalat atas tuntutan Polda Maluku adalah berdasarkan pembuktian di persidangan,” ungkapnya di Ambon, Jumaat (03/04).
Ketika disinggung menganai dikabulkannya Praperadilan tersebut, karena prosedur pemeriksaan terhadap saksi , Hery menyatakan bisa jadi karena faktor tersebut, tetapi menurutnya dikabulkannya upaya hukum tersebut telah melalui pertimbangan hukum daai hakim yang mengadili kasus.
“Putusan pengadilan dan segala pertimbangan hukumnya juga sudah ada di situ, sehingga pengadilan juga sudah memutuskan,” cetusnya.
Sementara menurut dia, peluang untuk diseretnya kembali mantan Bupati SBB dua periode itu ke meja hijau, Setiyabudi mengungkapkan, bahwa sudah banyak peristiwa hukum yang menempuh jalan seperti begitu, diamana saat dibawa ke Praperadilan dikabulkan tuntutan, tetapi karena penuntutnya tidak terima kemudian diupayakan terus hingga sampai ke Pengadilan.
Hingga akhirnya diputus bersalah Setiyabudi mencontohkan kasus penyelewengan anggaran E-KTP yang menjerat mantan ketua DPR-RI Setya Novanto dimana saat pra peradilan Novanto dikabulkan, penyidik tidak tinggal diam, Mereka kemudian menganti kekurangan- kekurangan materi tuntuntan dan menuntut lagi sehingga akhirnya dapat menjerat pria yang sempat menjadi viral di media masa dan medsos saat kasus Papa Minta Saham tersebut.
“Jadi pada hakikatnya masih ada upaya hukum dan peristiwa hukum yang masih bisa dilanjutkan, contoh kasusnya sudah ada, tinggal melihat secara legal formal untuk dilanjutkan penyelidikan lagi,” ungkapnya.
Terkait proses hukum di Maluku yang belum menyentuh penguasa di level Bupati/ Walikota, bahkan Gubernur, Setiyabudi menyatakan,bahwa hakim pada prinsipnya adalah menerima, memeriksa dan memutuskan, sehingga jika ada pihak- pihak yang menyatakan bahwa ada pelanggaran di level Kepala Daerah, maka harus dibuktikan dua alat bukti untuk menjerat Kepala Daerah tersebut.
Sementara untuk perlakuan pengadilan terhadap kepala daerah yang terjerat korupsi maka, pengadilan tetap akan menegakan supremasi hukum.
“Jadi Kita memeriksa bukan dala kapasitas dia sebagai apa, tetapi Dia melakukan perbuatan apa, yang Kita periksa tidak ada kaitannya dengan jabatannya dan sebagainya itu hanya assesories saja yang menemel pada dia,” pungkas Setiyabudi.** (NicK)