MENGKOMPARASIKAN “GENCAR-GELORA” DI TIAP TPQ DESA
“Upaya Mewujudkan Taman Baca Al-Quran Sebagai Sarana Pemberdayaan Generasi Yang memiliki Kapasitas Intelektual Dan Berahlakukharima di Kabutean Buru,” Mr. Litiloly (KETUA BIDANG PARTISIPASI PEMBANGUNAN DAERAH (PPD) HMI CABANG NAMLEA).***
Opini, cengkepala.com – Seiring dengan perkembangan jaman dan lajunya arus Globalisasi dan modernisme, Bangsa kita diperhadapkan dengan sejumlah permasalahan yang begitu kompleks, baik dari segi ekonomi politik sosial bahkan merambat sampai ketingkat kualitas pendidikan. sistem pendidikan yang selama ini berjalan kiranya masih kurang tepat dan masih kurang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Pendidikan lebih difokuskan pada bidang akademiknya saja, sedangkan yang menyangkut pendidikan moral spiritual belum menjadi fokus perhatian. Hal tersebut sangat kontras dengan kepribadian bangsa Indonesia yang sejatinya merupakan bangsa yang memegang teguh adat ketimuran yang adi luhung yang berarti bahwa bangsa Indonesia mempunyai nilai spiritualisme yang tinggi.
Sebagai ideologi negara, pancasila dalam sila pertamanya, Ketuhanan Yang Maha Esa, telah menjadi kalimat penegasan terhadap kepribadian bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius. Religiusitas merupakan unsur pokok dan dominan dalam membentuk suatu kepribadian manusia, yaitu manusia yang berkarakter yang mengarahkan dirinya pada suatu keadaan untuk lebih mengenal penciptanya. Dengan mengenal Tuhan, maka manusia akan memiliki orientasi hidup yang hakiki, yaitu melaksanakan ketaatan atas ajaran Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya, atau yang kerap kali didefinisikan sebagai ketaqwaan.
Dengan adanya desentralisasi atau otonomi daerah tentunya hal ini menjadi beban dan tanggung jawab tiap-tiap daerah yang ada di bangsa ini dalam membangun sumber daya manusia yang sesuai dengan cita-cita untuk melahirkan generasi intelektual dan Bertaqwa. Terkait dengan hal itu pemerintah daerah Kabupaten Buru beberapa waktu lalu secara responsif telah menelurkan kebijakan dalam bentuk peraturan daerah ( PERDA) No 05 tahun 2016 tentang Gerakan Magrib Bupolo Mengaji yang berorientasi untuk menghidupkan tradisi membaca dan mengkaji Al-Quran di saat magrib. Pada akhir tahun 2017 pemerintah daerah kembali melaunching Program Gerakan Buru Membaca (GENCAR) yang juga bertujuan agar menjadi gerakan bersama dalam meningkatkan minat membaca buku dan mengembangkan budaya literasi ditengah – tengah masyarakat dengan beragam metode yang di pandu langsung oleh Rektor Universitas Iqra Buru.
Kedua program tersebut tentunya merupakan sebuah langkah nyata pemerintah daerah kab. Buru dalam menyiapkan sumber daya manusianya kedepan agar mampu mandiri dalam menyikapi badai Globalisasi dan Modernisme yang semakin begitu besar. Dimana Gerakan Bupolo Magrib Mengaji sebagai instrumen membentuk ketakwaan yang islami dan Gerakan Buru Membaca sebagai instrumen membentuk kapasitas intelektual masyarakat.
TPQ SEHARUSNYA BUKAN SAJA SOAL AGAMA
Dalam melihat dan menyikapi segala bentuk realitas yang terjadi atas dampak lajunya arus Globalisasi dan Modernisme yang sulit untuk dibendung, maka pendidikan yang religi menjadi salah satu solusi terbaik untuk menyelamatkan karakter generasi penerus bangsa ini. Sebagai bangsa dengan mayoritas penduduk beragama Islam, maka pendidikan keagamaan dan akhlak dapat dimulai sejak usia dini. Pendidikan religi yang anak usia dini dapat dilakukan secara informal melalui keluarga maupun lingkungan sosial masyarakat, salah satu bentuknya adalah melalui Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ).
Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) adalah unit pendidikan non-formal jenis keagamaan berbasis komunitas muslim yang menjadikan al-Qur’an sebagai materi utamanya, dan diselenggararakan dalam suasana yang Indah, Bersih, Rapi, Nyaman, dan Menyenangkan sebagai cerminan nilai simbolis dan filosofis dari kata TAMAN yang dipergunakan. TPQ bertujuan menyiapkan terbentuknya generasi Qur’ani, yaitu generasi yang memiliki komitmen terhadap al-Qur’an sebagai sumber perilaku, pijakan hidup dan rujukan segala urusannya.
Hal ini ditandai dengan kecintaan yang mendalam terhadap al-Qur’an, mampu dan rajin membacanya, terus menerus mempelajari isi kandungannya, dan memiliki kemauan yang kuat untuk mengamalkannya secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari. (Depag) Melihat pengertian tersebut, maka peran dan keberadaan TPQ berkesesuaian dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan di TPQ lebih menekankan pada dimensi akhlak tapi tidak pula menafikan dimensi intelektual. Sehingga TPQ sebagai unit pendidikan Non-formal menjadi sangat kompleks dalam mengkomparasikan berbagai aliran dan metode dalam mengembangkan dan memberdayakan generasi bangsa yang memiliki bekal duniawi dan ukrhowi. Secara tujuannya juga dapat ditelisik lebih jauh TPQ ini coraknya sedikit lebih dinamis dari ajaran realisme religius. Artinya, tujuan utama diadakannya lembaga TPQ ini ialah untuk mendorong siswa memiliki keseimbangan intelektual yang baik, dan bukan semata-mata penyesuaian diri terhadap lingkunganfisik dan sosial.
Melihat potensi kuantitas TPQ yang jumlahnya mampu melahirkan wisudawan santri TPQ diatas seribuan orang pertahunya dari desa disepuluh kecamatan Kab. Buru, cukuplah memegang peran sentral apabila mampu dioptimalkan sebagai basis pendidikan karakter generasi yang memiliki kapasitas intelektual dan berahlakulkharima, terutama untuk lima sampai sepuluh tahun kedepan.
REALISASI DAN POLARISASI GENCAR-GELORA DI TPQ DESA
Dengan revitalisasi, rekonstruksi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), TPQ akan mampu memberikan sumbangsihnya demi perbaikan karakter generasi masa depan menuju yang lebih baik. Dan hal ini menjadi harapan seluruh lapisan elemen yang ada pada lingkungan masyarakat.
Untuk merealisasikan ihktiar suci tersebut hemat penulis program yang dilahirkan pemerintah daerah yang diantara lain adalah Gerakan Buru Membaca (GENCAR) dan Gerakan Magrib Bupolo Mengaji (GELORA) perlu dipadukan menjadi sebuah kosepsi yang terpadu agar dapat direalisasikan pada tingkat TPQ yang berada pada pedesaan. Apalagi dengan usia kedua program tersebut yang masih berumur jagung dan dengan segala keterbatasan dari pemerintah daerah, program-program tersebut masih terkesan Search Query atau slogan kosong di telingan masyarakat desa.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri yang harus secepatnya dicari jalan keluar. Sehingga kedua program tersebut tidak hanya berkutat pada masyarakat yang berada disekitar perkotaan yang kemudian menimbulkan prespektif adanya disparitas atau tebang pilih soal realisasi program. Padahal dari kedua program tersebut merupakan sebuah konsepsi yang konstruktif dalam membangun sumber daya manusia yang memiliki keseimbangan duniawi dan ukhrowi.
Meskipun kabarnya kedua program tersebut telah dimasukan pada kurikulum pendidikan formal pada seluruh tingkatan sekolah tetapi angsi terhadap keefektifan realisasi program tersebut masi begitu besar. Sehingga pada posisi ini pun TPQ masih memiliki peluang besar agar dapat dimanfaatkan dan diberdayakan dalam pengotimalisasian kedua program tersebut.
Apalagi sebagai unit pendidikan non-formal yang berdimensi pada pembentukan ahlak, TPQ memiliki metode pembelajaran yang masih terjaga nilai-nilai tradisionalnya yang menjunjung hubungan kekeluargaan, dan dengan adanya hubungan presuasif yang terbangun antara peserta TPQ dan pengasuhnya, secara psikologis memberikan rasa kenyamanan bagi mereka dalam menjalankan rutinitas membaca Al-Quran dan Mengaji.
Dari sejumlah metode atau cara dalam meningkatkan minat baca masyarakat yang terbingkai pada program GENCAR, ada yang namanya rekayasa membaca, dimana pihak penanggung jawab GENCAR memberikan fasilitas bacaan (buku) pada beberapa titik di ruang-ruang publik agar masyarakat terkhususnya para siswa sekolah melakukan aktifitas membaca, hal ini bertujuan agar menimbulkan kebiasaan-kebiasaan membaca yang seketika hal tersebut terjadi secara berulang-ulang maka dia akan terbentuk dan tersosialisasikan sebagai sebuah budaya membaca.
Sama halnya ketika ada penyediaan buku (perpustakaan mini) pada tiap TPQ di desa dan pengasuh-pengasuh TPQ tersebut dapat diajak dalam menjalankan rutinitas ’20 menit baca buku sebelum mengaji’ hal ini tentu memiliki tujuan yang sama dalam metode rekayasa membaca namun ketika hal ini dapat dijalankan oleh tiap-tiap TPQ desa tentunya mempermudah tugas pemerintah yang hanya memiliki fasilitas satu sampai dua mobil. Dan hal ini lebih efektif karena dijalankan pada tiap harinya dan dilakukan pengwasan langsung oleh pengasuh dan pengajar TPQ-nya.
Hal tersebutlah yang akan dijalankan oleh kepengurusan HMI Cabang Namlea periode 2017-2018 pada program Bina Desa di kecamatan waplau. Di mana Desa lamahang sebagai Desa percontohan dan akan didampingi langsung oleh tim GENCAR HMI yang ditraning oleh Rektor Universitas Iqra Buru, agar mendampingi Pengasuh dan peserta TPQ dalam menguasai beberapa metode dan tehnik membaca yang telah terbingkai dalam program GENCAR. “PERUBAHAN ADALAH SEBUAH KEMESTIAN DAN BERGERAK ADALAH SEBUAH KEHARUSAN.”