Penetapan SP Jadi Duta Medsos Menuai Protes ; Walikota Harus Tinjau Kembali

Ambon, cengkepala.com – Penetapan Shafiq Pontoh (SP) menjadi duta Media Sosial (Medsos) untuk kota Ambon oleh Walikota Ambon menuai protes. Protes tersebut datang dari berbagai kalangan. Baik Politisi, Komunitas, OKP, Akademisi bahkan KNPI sebagai payung kepemudaan di Maluku, Jumaat (07/09).

Muhammad Nasir Pariusemahu, Ketua Forum Lingkar Pena (FLP) provinsi Maluku menyatakan kekecewaanya atas kebijakan pemerintah kota Ambon tersebut. Dikatakan sebagai pegiat literasi, Dirinya melihat SP dijadikan sebagai duta Medsos merupakan bagian dari sebuah proses “dadakan” dan instan.
“Bahkan, saya ingin mempertanyakan apa manfaat seorang SP dijadikan sebagai duta medsos? Apa indikatornya? Jangan-jangan ada pihak-pihak yang saling mengambil kepentingan atas fenomena SP ini,” tegas Pariusemahu.
Dikatakan, kegagalan SP dalam berkomunikasi di depan publik Ambon yang lalu, kemudian meminta maaf, sudah cukup. Lalu, kenapa pemkot memberikan lagi sebuah penghargaan yang seharusnya dipertimbangkan matanga-matang. Jangan hanya mengejar popularitas dan momen sehingga melupakan subtansi.
“Kiranya, Ambon bagi saya, banyak anak-anak Ambon yang aktif bermedsos dengan baik. Menjadikan media sosial sebagai sarana kampanye. Coba, pemkot telusuri dengan baik. Pasti dapat. Ini seng, pemkot asal “ambil”,” tegasnya.
Dilanjutkan, bagi Pariusemahu, indikator untuk menjadi seorang duta, minimal mempunyai karakter yang positif, menguasai keahliannya. Nah, dari kedua hal itu, SP telah gagal membentuk dirinya. Soal karakter positif tentu kita taulah sendiri, siapa yang memunculkan amarah orang Ambon. Soal menguasai keahlian. Banyak yang bertanya-tanya, apa keahlian dia sesungguhnya.
Namun, pemkot telah terlanjur memberikan apresiasi itu, publik menunggu apa manfaatnya? Jika benar ada manfaat alhamdulillah,jika tidak, pemkot telah juga bersepakat bahwa anak2 Ambon gagal total dalam bermedia sosial seperti apa yang disampaikan SP.
“Maka, pemkot harus belajar dari kasus-kasus mirip, seperti ada artis jadi duta pancasila, sebelumnya artis tersebut menghina pancasila. Jadi, pemkot jangan juga ikut -ikutan. Asal bapa senang aja. Itu namanya pembodohan publik,” kunci Pariusemahu.

Melirik media sosial, akademisi juga wartawan senior, Ismail Hehanusa dalam cuitannya di Facebook pribadinya, mengungkapkan kekesalannya terhadap Pemerintah Kota Ambon. Dikatakan, langkah Pemkot Ambon merupakan langkah amburadul. Dirinya meminta DPRD harus segera mengevaluasi penetapan SP selaku duta kota Ambon.
“GAGAL FAHAM. Ada yang Buta atau Pura buta. Bisa-bisanyanya orang yg menghina orang Ambon ditetapkan jadi Duta. DPRD harus bersikap. Jangan biarkan kebijakan ambural terus meruah di negeri ini. #KacauBalau,” kicau pemilik nama FB Virgo Austingk itu.
Sementara, Wakil Ketua Bidang Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Arman Kalean kepada cengkepala.com mempertanyakan kebijakan aneh tersebut. Dikatakan, dalam dunia pendidikan, motivasi diberi dengan hukuman dan hadiah, boleh saja asal dipertimbagkan secara matang.
“SP sangat tidak masuk akal diberi hadiah semacam ini. Mengapa motivasi tidak untuk anak Ambon sendiri? Sebagai Pemuda Maluku, saya sangat tidak setuju,” ungkapnya.
Dijelaskan, membangun manusia muda di Maluku harus memperhatikan karakter manusianya, salah satu kekhasannya adalah manusia Maluku begitu tinggi tingkat komunalnya, dan ini terjaga dalam budaya.

“Pemberian gelar ke SP, justeru tidak menyelesaikan masalah secara batiniyah dalam jiwa muda anak Maluku. Sebaiknya, keputusan Walikota ditinjau kembali,” tegasnya.
Jika ditinjau dari dunia pendidikan, maka ada dua cara memberi motivasi, pertama hukuman dan kedua hadiah. Yang diberi motivasi adalah anak didik di dalam ruang kelas, SP posisinya telah dihukumi secara sosial di medsos, dengan sendirinya dia bukan bagian integral dari anak didik.
“Jadi, tidak bisa terbalik logika motivasi semacam ini,” tutup Kalean. ** RUL