RAKYAT SEBAGAI INVESTASI DOSA POLITIK PARA ELITE

Paradigma kritis ini berangkat dari cara melihat realitas dengan mengasumsikan bahwa selalu saja ada struktur sosial yang tidak adil. Sejarah kita menemukan banyak tokoh, pejuang atau pahlawan yang melawan ketidakadilan. Musa diturunkan Tuhan untuk memperjuangkan ketidakadilan rezim pemerintahan Firaun terhadap rakyatnya.  Muhammad dilahirkan untuk memperjuangkan ketidakadilan pada bangsa Arab dan bagi seluruh umat manusia. *** (Erwin Saramoku)

Essay, Cengkepala.com  – Polapola seperti ini tidak hanya sekedar mengajak kepada kebaikan (dakwah), namun berorientasi juga pada humanisasi, liberasi dan transendensi Sejak Pemilu 1971 sampai Pemilu 1997 para anggota DPR tidak berfungsi sebagai wakil rakyat.

Mereka tidak lebih sebagai robot dan boneka pemerintah belaka. Ya,  di zaman Orde Baru DPR lumpuh total, tak satu pun Undang-undang yang lahir atas gagasan dan prakarsa DPR; semuanya dibuat oleh Pemerintah, sedang DPR hanya disuruh sebagai tukang stempel untuk mengesahkannya saja. Selama Pemilu masih berdasar kepada UUD’45, maka kita belum akan beroleh Dewan Perwakilan Rakyat yang sejati.

Dan yang muncul adalah DPP (Dewan Perwakilan Pemerintah), para boneka yang, yes men seperti yang muncul selama Orde Baru; ya, kaum kultus individu belaka. Dosa politik semakin hari terasa bertambah panas juga. Kelihatannya kaum-kaum partai diberi hati untuk meningkatkan aktivitasnya untuk mengincar kekuasaan politik. Tetapi mereka belum sempat berkuasa. Politik mungkin lebih berat daripada dosa¬ dosa yang bersifat keagamaan.

Dosa terhadap Tuhan karena melanggar aturan agama bisa segera minta ampun dan taubat kepada Tuhan. Tetapi dosa-dosa yang bersifat politis harus meminta ampun ke seluruh rakyat yang kena getahnya, tidak bisa dengan hanya bertaubat kepada Tuhan saja. Karena dampaknya jauh lebih berat dan menimpa hampir seluruh lapisan masyarakat yang turut menanggung risiko politik itu. Demikianlah kegagalan dari pemberontakan atau sesuatu kudeta akan menimbulkan risiko yang bukan saja ditanggung oleh pihak yang bersangkutan, tetapi pahit dan deritanya juga dirasakan oleh masyarakat umum.

Bahkan nyawa kaum pemberontak itu ada yang berakhir dalam terali penjara atau tewas ditembus peluru atau berakhir di tiang gantungan. Tetapi semua orang yang melakukan dosa politik biasanya suatu waktu akan menebus dosanya itu. Dari itu berhati-hatilah bermain api dalam arena politik! Soekarno dan Sutan Sjahrir sendiri mati dalam status tahanan politik. Sedang lmam Kartosuwiryo dan D.N. Aidit mati ditembus peluru.

Dulu di zaman kolonial hampir semua partai politik mengarahkan ujung tombaknya ke jantung pemerintah jajahan itu untuk menumbangkan pohon kolonialisme yang berakar lebih tiga ratus tahun lamanya. ***

Erwin Saramoku , Alumnus Universitas Darusalam Ambon.

Isi diluar tanggung jawab redaksi. 
Views: 1