RR Bakal Polisikan Ketua DPRD Provinsi Maluku
Ambon, cengekapal.com – Kuasa hukum wakil ketua DPRD provinsi Maluku Richard Rahakbauw (RR), Fahri Bachmid berencana akan polisikan balik Ketua DPRD Maluku Edwin A. Huwae atas dugaan tindak pidana pengaduan yang dinilai palsu.
Hal ini disampikan Bachmid dalam pers rilis yang diterima cengkepala.com, Senin (21/05) di Ambon.
Dijelaskan, langkah pelaporan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Ketua DPRD Maluku Edwin A. Huwae terhadap Wakil Ketua DPRD Maluku Richard Rahakbaw sebagaimana tertuang dan ternyata dalam Tanda Bukti Lapor (TBL) No.TBL/264/V//2018/Maluku/SPKT Polda Maluku bertanggal 17 Mei 2018, yang mana dalam pokok laporannya adalah dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan perbuatan yang merugikan hak seseorang sebagai warga negara sebagaimana diatur dalam rumusan ketentuan pasal 310 Jo. Pasal 311 dan Pasal 335 KUHPidana dan yang bertindak sebagai pelapor itu sendiri adalah Edwin Adrian Huwae.
Dalam kedudukannya sebagai Ketua DPRD Maluku, kemudian pada hari dan tanggal yang sama Edwin Adrian Huwae melaporkan RR berdasarkan Tanda Bukti Lapor (TBL) No.TBL/267/V/2018/Maluku/SPKT, bertanggal 17 Mei 2018 atas dugaan Perkara Korupsi sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 8 dan/atau pasal 2 dan/atau pasal 3 UU RI No. 32/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koruspi,sebagaimana telah di ubah dgn UU RI No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU RI No.31/1999 tentang TIPIKOR, berdasar pada kedua laporan Edwin Adrian Huwae tersebut diatas, maka kami sebagai Kuasa Hukum Wakil Ketua DPRD Maluku Richard Rahakbauw telah mempelajari secara mendalam dan seksama serta mencermati secara komprehensif atas laporan-laporan tersebut, maka dipandang perlu untuk merespons serta menyikapinya secara hukum atas hal- hal demikian sebagai berikut.
“Langkah pelaporan yang dilayangkan oleh Ketua DPRD Maluku Edwin A. Huwae atas Wakil Ketua DPRD Richard Rahakbauw ke pihak Polda Maluku adalah bagian dari hak konstitusional Edwin A. Huwae dan kami sangat memahaminya serta menghargainya sebagai bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi oleh hukum,” ungkap Bachmid dalam rilisnya.
Fahri menjelaskan, sebagai subjek hukum atas persoalan tersebut, maka Richard Rahakbauw tentunya mempunyai hak konstitusional pula untuk mengajukan langkah dan upaya-upaya hukum dalam rangka membela diri serta mengajukan upaya hukum lain untuk melindungi kehormatan, harkat, martabat dalam segala kapasitas dan kedudukannya, baik sebagai pribadi maupun sebagai pejabat sebagai bagian dari meluruskan persoalan yang sebenarnya terjadi sesuai konteks dan porsinya secara objektif.
Langkah pelaporan yang dilakukan oleh Edwin A. Huwae dengan dasar pencemaran nama baik atas pernyataan Richard Rahakbauw yang menyatakan bahwa Edwin A. Huwae telah melakukan pembohongan publik, menurutnya adalah salah alamat dan membingunkan. Sebab, dasar atas statement Richard Rahakbauw adalah merespons serta meluruskan atas pernyataan membingunkan dari Edwin A. Huwae itu sendiri yang mana pada saat ibadah Minggu (13/05/2018), dihadapan Jemaat GPM Galala-Hative Kecil, dimana pada saat itu yang memimpin ibadah Pendeta Semmy Titaley untuk menyampaikan nilai sumbangan bagi pembangunan gedung Gereja Imanuel Galala-Hative Kecil, yang mana pada saat itu Edwin Adrian Huwae mengaku dihadapan para Jemaat bahwa tidak nyaman, bingung seraya bertanya darimana dana berasal atas sumbangan Richard Rahakbauw selaku Wakil Ketua DPRD dan Elviana Pattiasina, yang masing-masing memberikan sumbangan 2 milyar dan 500 juta bagi pembangunan gedung Gereja Mahanaim, Jemaat Bethania. Kemudian Edwin A. Huwae ajukan pertanyaan bagaimana pertanggungjawaban sebab Edwin A. Huwae menyampaikan bahwa dirinya pernah tahu dan Edwin A. Huwae juga merasa tidak pernah mendapatkan dana aspirasi.
“Nah atas dasar pernyataan Edwin A. Huwae tersebut, maka Richard Rahakbauw mendapatkan fakta-fakta pernyataan Edwin A. Huwae pada saat Richrad Rahakbauw melakukan kegiatan ibadah rutin di rumahnya di kediaman Karpan pada hari Rabu (16/05/2018), dan karena Richard Rahakbauw merasa jangan sampai dianggap oleh ummat berbohong atas statement Ketua DPRD tersebut. “Maka beliau memandang perlu untuk meluruskan informasi sesat dan politis tersebut yang telah terlanjur dilontarkan oleh Ketua DPRD Edwin A. Huwae tersebut maka pada saat itu Richard Rahakbauw pun meluruskan informasi negatif yang terlanjur dibentuk oleh Edwin Adrian Huwae tersebut, maka Richard menyampaikan bahwa pada prinsipnya dana aspirasi DPRD Maluku itu sudah ada sejak tahun 2009 dan ada hingga saat ini, “ tandasnya.
Dana itu selalu termuat dalam pokok-pokok pikiran DPRD dan selanjutnya disampaikan kepada pihak eksekutif untuk ditindak lanjuti sebagaimana mestinya dan atas dasar itu maka menurut hemat Richard Rahakbauw Edwin Adrian Huwae jangan melakukan Pembohongan Publik apakah Edwin Adrian Huwae sebagai Ketua DPRD tidak tahu mengenai dana aspirasi ? Sedangkan dana itu telah ada sejak tahun 2009.
“Ini letak masalahnya, disitulah prinsip kausalitas antara statement Edwin A. Huwae yang sejak semula telah mengumbar pernyataan negatif yang berpotensi merusak nama baik Richard Rahakbauw dan disisi lainnya statement Richard Rahakbauw yang cenderung meluruskan fakta-fakta yang sesungguhnya secara apa adanya dan tanpa tendensi apapun. itulah konteks masalah yang sesungguhnya, jadi dapat dengan mudah dipahami mana yang cenderung membuat distorsi dan mana yang faktual, “ ungkapnya.
Terkait laporan atas dugaan tindak pidana korupsi, menurutnya hanyalah bulan semata dan cenderung merusak akal sehat sebagai orang yang mengerti hakikat berhukum sebagai sebuah negara hukum. “Bagaimana bisa seseorang melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pada tahun anggaran yang masih berjalan yang mana belum ada instrumen pemeriksaan serta melalui kaidah-kaidah audit serta investigasi secara menyeluruh sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apalagi peristiwa yang dilaporkan tidak didudukan pada sebuah konstruksi peristiwa pidana yang jelas dan batas- batas yang tegas. Ini adalah sebuah lelucon yang tidak lucu sehingga kami berpendapat bahwa sepanjang langkah pelaporan ini hanyalah “imajiner” dan sulit untuk bisa dipahami dari perspektif ilmu hukum serta kaidah/teori hukum pembuktian, tegasnya.
Atas dasar fakta-fakta yuridis tersebut diatas,maka saat ini pihaknya telah mempertimbangkan secara cermat dan serius untuk melapor balik Ketua DPRD Maluku Edwin Adrian Huwae ke Bareskrim Mabes Polri atau Polda Maluku atas dugaan tindak pidana pengaduan palsu sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 317 ayat (1) KUHPidana yang rumusannya adalah “Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Jo Pasal 220 dengan ancaman satu tahun empat bulan.
“Keseluruhan langkah dan tindakan hukum balik yang akan kami lakukan adalah dalam rangka menegakan dan menghormati prinsip-prinsip supremasi hukum dan hak asasi manusia sebagaimana dijamin dalam konstitusi (UUD NRI Tahun 1945). Kami juga meminta agar Polda Maluku beserta jajaranya bekerja secara profesional dengan mengedepankan semua subjek hukum harus diperlakukan secara “equal” sebagaimana dijamin dalam doktrin ajaran negara yang menganut “rule of law, “ tutupnya.** (Rul)