Sampahkan Perpres, Pungli Disdukcapil SBB Nodai Pemerintahan Payapo-Akerina

Ambon, cengkepala.com – Kebijakan Kepala Dinas (Kadis) Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), D. Ahyate yang mewajibkan masyarakat membayar biaya administrasi setiap berurusan menuai kritik pedas. Sikap berani Ahyate pun dikalim telah mencoreng serta menodai tagline utama pemerintahan di bawa Moh. Yasin Payapo-Timotius Akerina, Kas Bae SBB.

Ketua umum Lala Nusa (organisasi kepemudaan di kecamatan Huamual), Jery Suneth menyatakan kekesalannya setelah mengetahui kabar kebijakan melawan hukum oleh Kadis D. Ahiyate itu.
Kepada media ini, Sabtu (30/06) Suneth menjelaskan, kebijakan Kadis Disdukcapil SBB ini melanggar pasal 95 huruf B UU RI No. 24 Tahun 2013 tentang perubahan UU RI No. 23 Tahun 2006 tentang administrasi Kependudukan.
“Hukumannya berat. Jika merujuk pada pasal yang saya sebut itu, maka dapat diancam pidana penjara selama Enam tahun atau denda paling banyak 75 Juta,” ungkap Suneth.
Aktivis pencinta alam ini menjelaskan, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 bahwa pemerintah telah memberikan legalitas kepada sejumlah Satgas untuk mengatur dan mengawasi kebijakan-kebijakan yang berpotensi melawan hukum seperti yang dipraktekan Kadis Disdukcapil SBB baru-baru ini.
“Kepada Bupati SBB, dengan hormat segera mengevaluasi Kadis Disdukcapil SBB. Sikap nekat Kadis jelas-jelas bertolak belakang dengan Hukum dan ini menodai slogan Kas Bae SBB yang menjadi tagline utama pemerintahan SBB saat ini,” tegas alumnus Universitas Darusalam itu.
Senada dengan Suneth, Direktur Rumah Inspirasi dan Literasi (RIL), Muhammad Fahrul Kaisuku menyayangkan temuan tersebut. Meskipun sudah dibentuk Satuan Sapu Bersih Pungutan Liar alis Satgas Saber Pungli namun tetap saja, tabiat tidak baik ini masih ditemui dalam instansi pemerintah.
Mirisnya lagi kata Kaisuku, pungutan liar di tubuh Disdukcapil SBB sudah berjalan sejak 2017 lalu. Dan baru dilanjutkan pada 3 pekan terkahir sejak berita ini ditayangkan.
“Mana Satga Saber Pungli SBB yang dibentuk Desember 2016 dan dilantik Sekda Ujir Halid pada Januari 2017 lalu,” tanya Kaisuku.

Kaisuku menduga, tim yang dilantik Sekda pada awal 2017 itu sebatas formalitas belaka. “Pelantikan itu hanya untuk laporan pertanggung jawaban bahwa SBB juga mengikuti Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dan sudah dijalankan di tanah Saka Mese Nusa,” tegas Kaisuku mencurigai.
Kaisuku menjelaskan, Satgas Saber Pungli memiliki empat fungsi, yakni Intelijen, pencegahan, sosialisasi, penindakan serta yustisi. “Satgas ini diberikan kewenangan untuk melaksanakan Opersi Tangkap Tangan (OTT) jika mendapati kejadian pungli di instansi pemerintahan,” jelas Mahasiswa ilmu komunkasi di IAIN Ambon tersebut.
Menutup keterangannya, Kaisuku berharap ada pemeberian sangsi yang berefek jera terhadap oknum-oknum yang nekat melawan hukum di bumi Saka Mese Nusa.
“Kiranya seluruh Stecholder di Kabupaten SBB bisa mengimbangi niatan suci Bupati-Wakil Bupati untuk “Kas bae SBB”. Wajib mendukung slogan kas bae dengan tidak semena-mena mengambil kebijakan yang merugikan serta mencoreng pemerintahan SBB seceara keselurhan,” kunci Kaisuku.
Seperti yang diberitakan, kejadian Pungli sempat dipergok wartawan di kantor Disdukcapil SBB jalan Tras Seram Kota Piru, Kamis (28/06/2018) sekitar pukul 13:16 Wit. Salah seorang warga berinisial A menglegalisir kartu keluarga diminta membayar Rp. 50 ribu oleh seorang pegawai Disdukcapil bernama Wisye.
Wartawan sempat menanyakan tujuan dipungut biaya Rp 50 ribu, Wisye mengatakan, bahwa setiap masyarakat yang melegalisir harus membayar karena itu atas perintah Kadis D Ahyate.
Diwaktu yang sama, Kadis Disdukcapil SBB, D Ahyate dikonfirmasi mengakui akan pungutuan tersebut. Dia menjelaskan, pungutan biaya legalisir dilakukan karena anggaran dinas terlambat cair. Pungutan itu digunakan untuk membayar gaji pegawai honorer.
“Kami terkendala karena anggaran kami terlambat, jadi pungutan ini untuk membayar gaji pegawai honorer,” kata Ahyate saat ditemui diruang kerjanya.
Diakuinya, pungutan ini dilakukan sejak tahun 2017, namun setelah itu dihentikan, dan baru kembali dilakukan sejak tiga minggu lalu. “Kami suda hentikan sejak tahun 2017, dan baru kami lakukan minggu-minggu kemarin, mulai sekarang kami akan hentikan,” janji Ahyate.** (Rul/DK/Fad)