Takut pulang ke Indonesia, WNI korban kerusuhan Mei 1998 di AS terancam dideportasi

Meldy dan Eva Lumangkun membangun rumah tangga mereka di Amerika Serikat. Sejak meninggalkan Indonesia dua dekade lalu karena kerusuhan Mei 1998, mereka membesarkan empat anak di Manchester, Negara Bagian New Hampshire. Status mereka sebagai warga negara ilegal cukup lama ditoleransi imigrasi AS.
Tapi ketika mereka mendatangi kantor Badan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) di Manchester Agustus lalu untuk pendataan rutin, mereka diminta membeli tiket pulang ke Tanah Air dan keluar dari AS dalam waktu dua bulan.

“Kami takut pulang ke Indonesia. Kami takut akan keselamatan anak-anak. Di sini anak-anak kami bisa hidup dengan aman,” kata Meldy Lumangkun dalam pertemuan dengan pejabat ICE bulan ini di Manchester, seperti dilansir kantor beritaReuters, Senin (16/10).

Meldy adalah salah satu dari sekitar 2.000 warga Kristen etnis Tionghoa yang meninggalkan Indonesia menuju New Hampshire karena menghindari kerusuhan Mei 1998. Mereka tinggal di Amerika dengan status imigran ilegal dan di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, kini mereka terancam dideportasi.

Keluarga Lumangkuns dan warga Kristen Indonesia lainnya di New Hampshire mengaku mereka takut menghadapi diskriminasi agama dan kekerasan jika kembali ke Indonesia.

Kebanyakan WNI yang terancam dideportasi tinggal di AS dengan visa turis dan memperpanjang terus visa itu. Mereka kemudian gagal mengajukan suaka dalam jangka waktu setahun sejak masuk AS. Peraturan ini banyak tidak diketahui para imigran.

Berdasarkan ketentuan kesepakatan hasil negosiasi atas bantuan Senator AS jeanne Shaheen, para imigran dibolehkan tetap tinggal di AS jika mereka menyerahkan paspor dan rutin melakukan pendataan di ICE.

“Perintah eksekutif yang ditandatangani Presiden Trump pada Januari mengubah segalanya,” kata juru bicara ICE Shawn Neudauer.

Di AS para imigran asal Indonesia telah memiliki pekerjaan di pabrik-pabrik kecil dan keluarga angkat, serta menikmati kehidupan di negara yang tenang dan alam pedesaan. Beberapa di antara mereka menjadi pendeta di gereja.

“Mereka mengisi pekerjaan yang penting. Mengganti mereka tidaklah mudah,” kata Shaheen.

Surat kabar lokal Foster Daily Democrat mengecam langkah mendeportasi para imigran di New Hampshire dalam sebuah tulisan tajuk rencana bulan Agustus.

“Warga negara tetangga yang telah bekerja keras dan mengikuti peraturan seharusnya tidak diusir dari negara ini. Warga yang tidak melakukan kejahatan seharusnya tidak tiba-tiba ditahan oleh ICE,” tulis editorial surat kabar tersebut.

Berdasarkan kesepakatan tahun 2012 dengan otoritas imigrasi, sekitar 69 orang Indonesia yang tinggal di New Hampshire diizinkan untuk tetap tinggal. Sebanyak 45 warga Kristen Indonesia yang tinggal di New Jersey kini juga terancam dideportasi.

“Ini sama sekali tidak sesuai dengan nilai-nilai Amerika. Ini adalah negara yang lahir dari orang-orang yang melarikan diri dari persekusi agama,” kata Shaheen. [pan]

Sumber : https://goo.gl/p9aULL

Views: 0