Tidak Ada Kejelasan Hingga Kini, Pemilihan Kades di SBB Sengaja Dipolitisir
Piru, cengkepala.com – Masyarakat kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) hingga kini bertanya-tanya perihal kejelasan pemilihan maupun pelantikan Kepala Desa (Kades)/Raja definitif di sejumlah desa/negeri yang masi terkatung-katung nasibnya dengan karteker (Pejabat Sementara). Pasalnya di kabupaten berjulukan Saka-Mesa Nusa ini, program pemilihan raja/kepala desa mengalami ke-mandek-an proses sejak tahun 2017 silam.
Tidak salah kemudian sejumlah kalangan memandang hal ini sengaja dipolitisir. Agus Latusia, salah seorang tokoh masyarakat asal Desa Piru, Kecamatan Seram Barat kepada media ini, Rabu (01/08) menyatakan kekesalannya terhadap kondisi yang ada.
Dikatakan, Piru sebagai barometer desa-desa di kabupaten SBB sejak 2003 lalu belum memiliki raja definitif. Pergantian kepala desa dari tahun ke tahun hanya menggunakan SK karteker. Padahal kata Latusia, penjabat atau karteker memerintah maksimal enam bulan dan tugasnya itu mempersiapkan proses adanya raja atau kepala desa definitif.
“Untuk diketahui khusus kami di desa piru dipimpin oleh karteker atau penjabat kurang 15 tahun atau dari tahun 2003 lalu,” akuinya.
Dijelaskan, sejumlah tokoh masyarakat Piru telah melakukan langkah-langkah persuasif untuk menyelesaikan persoalan ini. Massa pemerintahan Jacobus F Putileihalat, sudah tiga kali melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat. Namun tidak membuahkan hasil karena ketidak tegasnya Puttilaihalat. Persoalan ini pun dilanjutkan oleh bupati sekarang Moh Yasin Payapo. Dengan Bupati Payapo, sudah dilakukan pertemuan juga sebanyak satu kali.
“Kalau dengan pejabat yang lain dilingkup pemerintahan kabupaten SBB, kami berulang kali membicarakan ini dengan Sekertaris daerah (Sekda) M.Tuharea serta para staf. Namun janji janji sekda tidak ada yang terealisasi,” akui Latusia.
Dijelaksan Latusia, pada pertemuan para tokoh masyarakat Piru dengan Bupati SBB M. Yasin Payapo, pihaknya mempertanyakan kejelasan status desa Piru beserta kepala desanya. Namun jawaban Bupati tidak sesuai seperti yang diingini.
“Disaat itu bupati menyampaikan kepada kami untuk sementara ini bersabarlah tunggu sampai pemilihan 2019 selesai baru diadakan pelatikan secara serentak. Jika dipaksakan saat ini nanti terjadi kacau atau pertengkaran dan perselisihan,” ungkap Latusia mengutip pembicaraan Bupati, M Yasin Payapo.
Latusia menilai, dari perkataan bupati ini, tampak jelas kepentingan politiknya kedepan. Jika setiap desa dipimpin oleh karteker atau penjabat maka Bupati dengan mudah mengintimidasi setiap penjabat yang ada untuk masuk alur politiknya. Tentu mereka tidak bisa mengelak karena dibawah kuasa bupati, papar
Latusia.
Ia juga menegaskan kepada pemerintah daerah dalam hal ini bupati Moh Yasin Payapo agar segera lakukan pelantikan raja atau kepala desa dalam waktu dekat ini sebab kalau masih dipimpin penjabat, maka masyarakat akan bertindak lebih arogan.
“Kami berharap kepada pimpinan tertinggi yaitu bupati Pa Moh Yasin Payapo agar segara menanggapi dan lakukan pelantikan raja atau kepala desa secara definitif dalam waktu dekat ini, jika tidak kami dari setiap desa akan meminta izin di Polresta Seram Bagian Barat guna untuk melakukan aksi demonstrasi besar- besaran dan akan menutup jalur umum dan alternatif lainya,” Tegas Latusia.***DK