URGENSI NETRALITAS POLRI DALAM PILKADA GUBERNUR MALUKU 2018
Ambon, Cengkepala.com – Pemilihan umum kepala daerah (PILKADA) di tahun 2018 yang serentak dilaksanakan di 171 daerah di Indonesia yang meliputi 17 Provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten dapat berpotensi menimbulkan kerawanan istabilitas keamanan jika tidak diantisipasi dengan baik.
Salah satu elemen utama dalam menjaga keamanan dan ketertiban pilkada adalah institusi kepolisian. Provinsi Maluku sebagai salah satu daerah yang juga akan melaksanakan pilkada langsung, tidak lepas dari sorotan tentang netralitas polri dalam pilkada, sebab salah satu mantan perwira tinggi polri yakni Murad Ismail ikut maju dalam pilkada gubernur Maluku tahun 2018.
Kapolda Maluku Irjen Andap Budhi Revianto dalam keterangan persnya seperti yang dilansir kompas.com tanggal 4 April 2018, memastikan kepolisian netral dalam Pilkada Maluku 2018, adanya calon kepala daerah yang mantan perwira tinggi polri yakni Murad Ismai, tak akan membuat Polda Maluku berat sebelah.
Sebelumnya Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia juga telah mengeluarkan Surat telegram nomor St/415/II/RES .124/2018 tanggal 15 Februari 2018 yang ditandatangani oleh KAPORLI Jenderal Polisi Tito Karnavian yang ditujukan kepada para KAPOLDA, yang pada pokoknya isi dari surat telegram tersebut menekankan pentingnya mewujudkan profesionalisme dan netralitas kinerja aparat polri dalam pelaksanaan pelayanan masyarakat bidang penegakan hukum serta guna menghindari conflict of interest dan dimanfaatkan polri untuk kepentingan politik oleh pihak tertentu. Dalam point dua secara tegas para KAPOLDA diperintahkan untuk menghindari langkah-langkah kontra produktif yang dapat menyudutkan polri atau ikut berpihak dalam politik. Bahkan dalam point ke tiga menyebutkan agar menunda proses penyelidikan dan penyidikan terhadap calon gubernur/wakil gubernur/bupati/wakil bupati/walikota /wakil walikota yang diduga melaksanakan tindak pidana sampai tahap pemilihan selesai, namun ketentuan tersebut tidak berlaku dalam hal tindak pidana pemilu atau tertangkap tangan melakukan tindak pidana berkaitan dengan keamanan negara, diancam hukuman mati atau seumur hidup.
Komitmen polri tersebut perlu diapresiasi positif sebab Institusi kepolisian memiliki peran sangat vital dalam menjaga keamanan dan ketertiban pelaksanaan pilkada tahun 2018. Sebagai alat negara institusi kepolisian yang berperan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dalam konteks pilkada sangat dibutuhkan adanya rasa aman dan suasana yang kondusif.
Peran dan tugas kepolisian yang begitu besar dalam menjaga keamanan dan ketertiban serta melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum merupakan amanahkan Pasal 30 UUD NRI Tahun 1945. hendaknya dilakukan secara netral, professional dan proporsional khususnya dalam penegakan hukum di musim pilkada yang dapat menimbulkan kerawanan jika tidak dilakukan dengan prinsip kecermatan, kehati-hatian, profesionalisme, dan yang paling penting adalah netralitas.
Netralitas penegak hukum dalam terminology Richard Lempert (1988,167-168), kenetralan mempunyai dua aspek utama yakni pertama, hukum adalah mandiri sejauh hukum itu bersifat independen dari moralitas dan etika religi, independen dari partai-partai politik, independen dari kelompok-kelompok etnis dan rasial independen dari hubungan perbedaan kelamin dan independen dari kekuatan-kekuatan ekonomi yang mengitarinya. Kedua hukum bersifat mandiri hingga kadar di mana hukum menegakkan hak-hak, kewajiban-kewajiban dan norma-norma tindakan terhadap status dari kelompok-kelompok yang berbeda di dalam masyarakat.
Lempery hendak mengatakan bahwa tindakan seorang penegak hukum harus terbebas dari partai politik, kelompok tertentu maupun kekuatan-kekuatan lain yang mengitarinya.
Lempert mendefinisikan kemandirian hukum yang relative sebagai “tingkat hingga di mana sistem hukum lebih memandang dirinya sendiri daripada standar-standar eksternal dari suatu sistem social, sistem politik atau sistem etika untuk menjadi pedoman di dalam pembuatan dan penerapan hukum (Lempert, 1988:159).
Belajar dari konsep kemandirian atau netralitas hukum Lempert maka perlu ada prinsip kehati-hatian dan prinsip imparsial yang diambil polri untuk memastikan adanya kemandirian hukum dan netralitas para penegak hukumnya karena penegakan hukum dengan tidak mengambil langkah-langkah yang kontra produktif dalam pilkada merupakan sikap yang sangat tepat dan bijaksana agar polri menciptakan suasana tenang dan aman di dalam masyarakat atau tidak menimbulkan “kegaduhan” atas upaya penegakan hukum yang dilakukan dalam suasana pesta demokrasi yang seharusnya bisa dinikmati masyarakat dengan sukacita dalam menyalurkan hak politiknya.
Pentingnya menyeimbangkan antara tugas penegakan hukum pada satu sisi dan kewajiban menjaga keamanan dan ketertiban dalam suasana PILKADA 2018 pada sisi yang lain. Harus dapat ditunjukkan secara professional oleh pihak kepolisian polda Maluku dalam menangani sejumlah laporan kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani seperti pemeriksaan sejajaran pejabat di Pemerintah Kab Buru seperti Sekda Buru, Asisten II, Asisiten II, dan bendahara rutin dalam dugaan Korupsi SPPD fiktif dan dugaan korupsi uang makan minum tahun 2015-2017 di secretariat Pemkab Buru, seperti yang dilansir kabartimuronline pada tanggal 28 April 2018. Demikian pula pada saat sama jajaran Satreskrim Polres Maluku Tengah juga memeriksa lima dari 10 pejabat Maluku Tengah terkait dugaan korupsi APBD tahun 2015 yakni Kabag keuangan Dinas Pendidikan, Bendahara, Kabag Sarana dan Prasarana, staf bagian sarana dan prasarana DInas Pendidikan dan Olah Raga Kab. Maluku Tengah, sedangkan pejabat yang tidak hadir Asisiten II, Kepala Dinas Keuangan, Kabag pembangunan, mantan Sekda Maluku Tengah dan kepala Bappeda seperti yang dilansir media online siwalima tanggal 2 Mai 2018.
Maka pertanyaan yang dapat muncul dari public adalah nampak ada kesan adanya nuansa penegakan hukum yang begitu massif di masa pilkada gubernur Maluku 2018 yang sedang berjalan, mengapa justru saat ini disaat-saat menjelan pilkada polri justru getol-getolnya melakukan penyelidikan disejumlah daerah yang justru sedang mempersiapkan PILKADA 2018. Bagaimana jika penanganannya menimbulkan ancaman dan berekses negatif terhadap keamanan dan ketertiban penyelenggaraan pilkada, siapa yang akan bertanggung jawab, bagaimana menyakinkan public bahwa penegakan hukum tersebut betul-betul professional dan tidak terkat politik, apalagi penangannya di tahun politik. Maka menjadi penting sesungguhnya membicarakan urgensi pilkada sebagai agenda nasional yang harus kita kawal bersama dan meminimalisir potensi kegaduhan yanh terjadi.
Disinilah pentingnya meresapi hakikat pentingnya pilkada bagi kemajuan kualitas demokrasi dan memahami nuansa kebatinan surat telegram Kapolri yang mengutamakan perlunya mewujudkan profesionalisme dan netralitas kinerja aparat polri dalam pelaksanaan pelayanan masyarakat bidang penegakan hukum serta guna menghindari conflict of interest dan menghindari langkah-langkah kontra produktif yang dapat menyudutkan polri atau ikut berpihak dalam politik. Meskipun surat telegram kapolori spesifik kepada paslon namun pun demikian karena konteks pilkada menyangkut kepentingan negara yang lebih besar sehingga menjadi penting tentunya memaknai dan lebih menghormati proses demokrasi yang sedang berjalan.
Sebab esensi pilkada sesungguhnya adalah harus dilaksanakan dengan prinsip demokrasi, karena meskipun UUD NRI Tahun 1945 tidak secara terang soal pilkada langsung, namun pada dasarnya dalam ketentuan Pasal 18 ayat 4 konstitusi kita telah mengatur bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Sehingga karakter dan filosofi awal yang harus dibangun dalam pelaksanaan pilkada adalah nilai demokratisasi. Sehingga gagal tidaknya pilkada sebagai bagian dari demokratisasi ditentukan dari demokratis tidaknya pelaksanaan pilkada itu sendiri.
URGENSI NETRALITAS POLRI DALAM PILKADA GUBERNUR MALUKU 2018 | Ambon, 2 Mei 2018 | Oleh Dr. Nasaruddin Umar, SH. MH (Pemerhati Pemilu,Pakar Hukum Tata Negara IAIN Ambon)