“Smart School Online” di Ambon, Pemerintah Diminta Putus Mata Rantai Pornografi
Ambon , Cengkepala.com – Salah satu lembaga yang peduli terhadap eksplotasi seksual anak di Indonesia, yang turut ambil bagian dalam pemeberantasan pornografi terhadap anak adalah ECPAT atau End Child Prostitution, Child Pornography and Traffiking of Children for Sexual Purposes (Mengakhiri prostitusi anak, pornografi anak dan perdagangan anak untuk tujaun seksual). ECPAT Indonesia aktif dan terlibat seminar dan workshop yang mengusung jargon Smart School online, menguatkan literasi digital melalui sekolah” yang digelar di Marina Hotel, Jalan Yan Paays, Soaema, Kota Ambon pada Kamis, (8/3).
Menurut Program Manager ECPAT Indonesia, Andy Ardian yang ditemui usai ceramah menyatakan bahwa pada prinsipnya perkembangan Teknologi Informasi adalah bertujuan untuk kebaikan, tetapi sayangnya terkadang ada orang- orang yang mempergunakan teknologi untuk hal- hal yang buruk seperti menyebarkan konten- konten pornografi anak di internet. Sehingga masyarakat diharapkan untuk menyadari hal ini dan peduli dengan situasi yang dihadapi anak di saat ini dan memberikan perhatiannya, lewat upaya untuk menghentikan peredaran konten- konten eksplotasi anak ini.
Ardian mengungkapkan selama ini sudah ada beberapa metode yang dipergunakan oleh berbagai negara untuk mengidentifikasi dan memberantas konten Pornografi anak misalnya Interpol menggunakan data base internasional sehingga dapat memutus mata rantai penyebaran konten asusila tersebut.
Sementara untuk pemerintah Indonesia diharapkan juga dapat malakukan aksi yang sama yakni Internet Service Provider (ISP) harus diarahkan untuk melakukan pencarian terhadap konten pornografi anak dan memusnahkannya. “itu yang Kita harapkan komitmen dari pemerintah Kita” lugasnya.
Disingung soal Kasus pornografi anak yang ditemukan ECPAT, Ardian mengungkapkan, di tahun kemarin ada delapan kasus yang terpantau oleh lembaganya diantaranya grooming online (bujuk rayu online), melakukan sharing foto di grup, live steaming, tetapi dua kasus yang paling mendapat perhatian adalah grooming yang melibatkan guru dan siswa dari sebuah sekolah di Jakarta, serta pembuatan film pornografi anak di Bandung yang dibuat untuk tujuan produksi.
Menurut Ardian, ada kecendrungan baru di kalangan anak- anak yang melakukan atas dasar suka sama suka, yakni berupa foto –foto dan dengan adegan yang tak pantas yang direkam dan disebarkan dengan tujuan iseng – iseng, bahkan ada yang melakukan adengan tersebut dengan memakai seragam sekolah.
“Kalau kasus seperti ini, pada dasarnya anak-anak ini kan tak paham konsekuensi ke depannya. Kalau suka sama suka pun dalam konteks hukum, Mereka tetap harus mempertangungjawabkan juga, anak-anak diatas 12 Tahun sudah bisa dikenai pidana, untuk anak diatas 14 Tahun Dia bisa dikenakan pidana kurungan,” rincinya.
Menurut Ardian, biasanya anak- anak tersebut membuat foto- foto vulgar tersebut untuk orang yang mereka suka dengan dasar cinta. “Padahal anak seumuran diakan belum bisa pastikan cinta itu seperti apa, bahkan Mereka tidak mengerti bahwa apa yang Dia lakukan bisa membahayakan masa depannya,” pungkas Ardian.* (Nick Kastanja)