Ekspor Pala Ke Belanda, Pemuda Maluku ini Hasilkan Omset Miliaran Rupiah

Ambon, cengkepala.com – Hasil kekayaan rempah-rempah dari alam Bumi Maluku, digilai bangsa Eropa hingga detik ini. Ratusan tahun silam, komiditi lokal Maluku menjadi paling mahal setara nilai koinan emas. Ini mengakibatkan mengapa bangsa Eropa tertarik datang ke daerah Maluku sebagai Pulau penghasil rempah rempah terbanyak pada saat itu.

Buah Pala yang baru dipanen petani Pala.** foto/istimewa

Bangsa Eropa memonopoli perdagangan rempah rempah dan menjualnya ke Eropa dengan Harga yang sangat Tinggi.

Sejarah Indonesia mencatat bahwa rempah-rempah menjadi daya tarik bangsa-bangsa lain. Dari dulu sampai sekarang Indonesia, Maluku masih menempati posisi penting di mata dunia.

Maka salah seorang Pemuda Maluku, Imanuel Petra Kastanya dibawah bendera PT Pusaka Kamboti Maluku melakukan ekspor salah satu komoditi unggulan, yakni, Biji Pala ke Negeri Belanda.

Menurut Petra yang ditemui cengkepala.com, Minggu (26/08), mengakui, ekspor yang dirintisnya berdiri sejak tahun 2009 silam. Saat itu pihak perusahanya masih sangat sederhana serta terbatas menggeluti usaha dengan restensi dan resiko besar tersebut. Tahun 2009 itu, Petra dan perusahan masih menumpang gudang yang berlokasi di daerah Gudang Arang, (Bentas), Kota Ambon.

Usaha ekspor berkembang dan permintaan makin meningkat, membuat Petra dan perusahannya melejit naik sampai dapat membuat gudang sendiri di desa Tawiri, (Kecamatan Teluk Ambon) pada tahun 2013 hingga saat ini.

“Setelah berhasil memasuki pasar Negeri Belanda, PT. Pusaka Kamboti Maluku, juga sedang menjajaki impor ke sejumlah negara Asia. Saat ini Kita ekspor ke Negeri Belanda sambil cari-cari pasar lain di Asia,” ungkap pria lulusan Universitas Duta Wacana Yogjakarta itu.

Imanuel Petra Kastanya saat berama pengusaha komoditi rempah-rempah di Belanda.** foto/istimewa

Menyoal kualitas komoditi Biji Pala yang di ekspor, Petra menjelaskan, kualifikasi ekspor komoditi yang satu ini sangat sulit masuk pasaran masuk Eropa karena standar kualitas Biji Pala untuk diterima di pasar Uni Eropa sangat tinggi.

“Misalnya untuk lolos ekspor ke Banda tersebut, kadar air dari komoditi pala harus dibawa 10% dan juga kadar okla toksinnya harus minim,” akuinya.

Adapun banyaknya volume ekspor biji Pala ke Negeri Kincir Angin, pada setiap periode ekspor mencapai satu kontainer, yang berisi bijih pala sebanyak 13 hingga 14 Ton, dengan harga rata-rata perkilonya senilai €7-8 Euro(EUR).

Jika dikalkulasikan, jumlah biji pala sebanyak 14 Ton sama dengan 14.000 kg, Harga perkilonya dikalikan dengan 7 (EUR), dimana dari data terbaru satu Euro nilai tukarnya setara dengan Rp 16,960.20 maka 14000 X (7X16,960.20) = 14.000X118,721.4 = 1,662,099,600, maka diperkirakan omzet setiap kali melakukan ekspor omzetnya mencapai Rp.1,662,099,600.

Dijelaskan Pria kelahiran 30 Maret 1980 ini, selama rentang waktu 2009 hingga kini, PT Pusaka Kamboti Maluku, baru melakukan empat kali ekspor, dimana setiap kali ekspor berjumlah satu kontainer yakni di tahun 2009, 2010, 2014 dan 2017.
Tentunya kapasitas ekspor yang besar, juga harus ditopang oleh pasokan dari petani buah Pala, untuk memperlancar arus ekspornya.

Bersama anggota Kewang Hitu dalam memberikan pengarahan pengangan biji pala sekaligus memepererat silaturahmi.*** foto/istimewa

Maka, Petra menjelaskan, PT Pusaka Kamboti Maluku, bekerja sama dengan kewang (Penjaga Hutan) di Jazirah Leihitu, terutama di sentra-sentra kebunan pala milik masyarakat.

“Untuk Daerah Leihitu itu, katong kerjasama dengan Petani dari Negeri Seith dan Mamala, Kalo di Seith itu Katong sudah kerjasama lama, sedangkan yang di Mamala baru saja,” cetusnya.

Petra merincikan, untuk melakukan ekspor pihaknya membeli biji pala mentah (belum proses pengeringan) dari petani, baru dikeringkan menggunakan alatnya sendiri yang berbasis tenaga surya.

Alasan pihaknya membeli biji pala basa karena pengalaman sebelumnya membeli yang sudah kering baru disortir. Resikonya sangat tinggi. Biasanya penanganan paska panen dari Petani itu yang menentukan kualitas ekspor Pala, ungkap Petra menjelaskan.

Selain membeli hasil bumi dari Petani, pihaknya juga mensosialisasikan kepada Masyarakat cara bercocok tanam buah Pala yang baik. Hal ini sehingga menghasilkan bijih Pala kualitas ekspor sesuai kulaifikasi. Karena menurut Petra jika dibandingkan, kualitas buah Pala di Maluku sudah kalah bersaing dengan Buah Pala di Daerah Sulawesi Utara dan pulau Selayar.

Dia menjaskan, karena itu selain penanganan pra panen, penanganan paska panen juga penting, pasalnya dari pengamatannya di tingkat pedagang pengepul, banyak fasilitas yang tidak memenuhi standar.***(Nick)

Views: 14